BAB V HIDUP MENJADI
LEBIH MUDAHDENGAN ILMU PENGETAHUAN.
QS. at-Taubah [9] : 122.
Terjemah Ayat
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang).Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalampengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnyaapabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”
( QS. at- Taubah[9] : 122).
Penjelasan Ayat
Diriwayatkan oleh Ibnu Abı̄ Ḥatim dari ‘Ikrimah’ bahwa ketika turun
ayat, “Jika kami tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan
menghukum kamudengan azab yang pedih...” (at-Taubah:39) padahal waktu itu
sejumlah orang tidakikut pergi berperang karena sedang berada di padang pasir
untuk mengajar agama kepada kaum mereka maka orang-orang munaik mengatakan, “Ada
beberapaorang di padang pasir tinggal (tidak berangkat perang). Celakalah
orang-orang padangpasir itu”. Maka turunlah ayat, “Dan tidak sepatutnya
orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang)....
Dalam
Tafsı̄r al-Marāgı̄ dikatakan bahwa tidaklah patut bagi orang-orang Mukmin,dan
juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiaputusan
perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnnyafarḍu
kifāyah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlahyang
lain, bukan farḍu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang
barulah menjadiwajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum Mukmin
menuju medan perang.
Ayat
tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan
bersediamengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan
orangoranglain kepada agama. Sehingga, mereka mengetahui hukum-hukum agama
secaraumum yang wajib diketahui oleh setiap Mukmin.
Orang-orang
yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalamiagama dengan
maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggidi sisi Allah, dan
tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankanharta dan jiwa
dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya.Bahkan, mereka
boleh jadi lebih utama dari para pejuang selain situasi ketika mempertahankan
agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
QS. al-Mujādalah [58]: 11.
Terjemah Ayat
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,
”Berilah kelapangan didalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ”Berdirilah kamu,” maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti
apa yang kamu kerjakan.” (QS.
al-Mujādalah [58]: 11).
Penjelasan Ayat
Ayat ini diturunkan pada hari Jum’at ketika itu Rasūlullāh berada
di satu tempat yang sempit dan menjadi kebiasaan bagi beliau memberikan tempat
khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badar, karena besarnya jasa
mereka. Ketika majelis tengah berlangsung datanglah beberapa orang sahabat yang
mengikuti perang Badar. Kemudian datang pula yang lainnya. Mereka yang baru
datang memberi salam, dan Rasulpun serta sahabat menjawab salam tersebut.
Tetapi mereka yang telah datang lebih dahulu (yang sudah duduk) tidak bergeser
sedikitpun dari tempat duduknya, sehingga mereka yang baru datang berdiri
terus. Maka Nabi memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang tidak
terlibat dalam perang Badar untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang
berjasa itu duduk d dekat Nabi . Perintah Nabi itu mengecilkan hati mereka yang
disuruh berdiri, dan ini yang digunakan oleh kaum munaik untuk memecah belah dengan berkata : ”Katanya Muhammad berlaku
adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi yang mendengar kritik itu bersabda: ”Allah
merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”. Kaum beriman
menyambut tuntunan Nabi dan ayat di ataspun turun mengukuhkan perintah dan
sabda Nabi itu.
Beberapa hal yang terkandung dalam ayat ini sebagai berikut:
1) Etika dalam Majelis
Etika dalam majelis ini dimaksudkan bahwa ketika berada dalam suatu
majelis, hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru
datang. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan
memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat
berperan.
Kata ( تَفَسَّحُوا
) tafassaḥu dan ( أفسَحُوا
) afsaḥū terambil dari kata ( فسح
) fasaḥa yakni lapang. Sedangkan kata ( اُنشُوا ) unsyuzū terambil dari kata ( نشوز) nusyūz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada
mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke
tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada
di tempat yang wajar pindah.
Kata nusyūz yang artinya berdiri atau fansyuzū yang berarti berdirilah.
Kata tersebut mengisyaratkan untuk berdiri, maka berdirilah. Artinya apabila
kita diminta untuk berdiri dari majelis Rasūlullāh, maka berdirilah. Hal ini
yang kemudian menajdi pedoman umum, apabila pemilik majelis (protoloker)
menyuruh berdiri, maka berdirilah, karena tidak layak apabila orang yang baru
datang meminta berdiri orang yang telah datang terlebih dahulu dan duduk di
tempat orang itu. Sabda Nabi yang artinya: “Janganlah seseorang menyuruh
berdiri kepada orang lain dari tempat duduknya, akan tetapi lapangkanlah dan
longgarkanlah.”
Kata Majālis ( الْمَجَالِسِ
) adalah bentuk jamak dari kata ( ملس) majlis yang berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini
adalah tempat Nabi Muhammad ṣallāllāhʻalaihi wasallam memberi tuntunan agama
ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara
mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atau tempat berbaring. Karena tujuan
perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah
kepada orang-orang yang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non muslim sekalipun,
jika anda (yang muda) duduk di bus atau kereta, sedang dia tidak mendapat
tempat duduk, maka adalah wajar dan beradab jika anda berdiri untuk memberi
tempat duduk (Quraish Shihab; 2002 : 79).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya sebagai orang
yang beriman kita (manusia) harus melapangkan hati demi saudaranya yang lain.
Dengan kita memberikan kelapangan kepada orang lain, maka ” niscaya Allah akan
melapangkan bagimu”. Artinya karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu
menerima sahabat, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka dan hati yang
terbuka akan memudahkan segala urusan. Etika dalam suatu majelis
sekurang-kurangnya adalah memberikan kelapangan tempat duduk, maka dengan
demikian Allah juga akan melapangkan pula bagi kita pintu-pintu kebajikan di
dunia dan di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi :
والله في عون العبد ما كا ن العبد في عون اخيه
“Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba itu mau menolong
sesama saudaranya.” (HR.
Muslim, Abū Dāwud dan at-Tirmiżı̄)
2) Manfaat Beriman dan Berilmu Pengetahuan
Selanjutnya dalam QS. al-Mujadalah ayat 11 tersebut dijelaskan
“niscaya Allahakan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orangyang diberi ilmu beberapa derajat”. Artinya ada orang yang akan
diangkat derajatnyaoleh Allah, yaitu orang-orang
yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan,dengan beberapa derajat.
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan
menunjukkan sikap yangarif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat
orang mantap dan agung.Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar,yang pertama sekadar beriman dan beramal
saleh, dan yang kedua beriman dan beramalsaleh serta memiliki
pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebihtinggi, bukan saja karena
nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak
lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.Kita bisa saksikan,
orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orangorang yang berilmu,
mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan dihormati
orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya.
Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang,
sehingga kalau menjadi ulama, ia menjadi ulama yang berpengetahuan luas, kalau
ia menjadi dokter, maka akan menjadi dokter yang yang beriman dan
sebagainya.Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat
apa yang kamu kerjakan, jadi tidak ada yang samar di hadapan Allah. Dan Allah
akan mebalas semua apa yang kita kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas
dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya.
Hadis
عن
انس بن ما لك قا ل قا ل رسول الله صلى الله عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم
(
روا ه ابن ما جه )
Terjemah
Dari Anas bin
Mālik berkata, Rasūlullāh bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim.” (Riwayat Ibnu
Mājah).
Penjelasan
Hadis
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa menuntut ilmu merupakan sebuah kebutuhan asasi pada
setiap individu manusia. Tidak terkecuali tua atau muda, besar maupun kecil
mereka dikenai beban (taklīf) untuk mencapainya. Bagaimana mungkin seseorang
tidak butuh ilmu padahal dia sangat sudah mengetahui kewajiban menghamba kepada
Allah subḥānahū wa taʻālā. Untuk itu perlu kiranya diperjelas bahwa keadaan
setiap orang berbeda hukumnya dalam masalah menuntut ilmu ini, di antaranya;
Hukum
mencari ilmu syar’i adalah farḍu kifāyah yang apabila ada orang yang sudah
mempelajarinya maka hukumnya menjadi sunnah bagi yang lainnya. Terkadang mencari
ilmu ini menjadi farḍu ‘ain bagi manusia. Batasannya adalah apabila seseorang
akan melakukan ibadah yang akan dia laksanakan atau muamalah yang akan dia
kerjakan maka dia wajib dalam mengetahui bagaimana cara melakukan beribadah ini
dan bagaimana dia melaksanakan muamalah ini.
Adapun
ilmu yang lainnya (yang tidak akan dilakukan saat itu) maka tetaplah hukumnya
farḍu kifāyah. Setiap pencari ilmu harus menyadari bahwa dirinya sedang
melaksanakan amalan yang farḍu kifāyah ketika mencari ilmu agar dia memperoleh
pahala mengerjakan yang farḍu sembari memperoleh ilmu. Tidak diragukan lagi
bahwa mencari ilmu termasuk amalan yang paling utama bahkan dia adalah jihad di
jalan Allah terutama pada zaman kita sekarang ketika kebid’ahan mulai nampak di
tengah masyarakat Islam dan menyebar secara luas, dan ketika kebodohan mulai
merata dari kalangan orang yang mencari fatwa tanpa ilmu, dan ketika perdebatan
mulai menyebar di kalangan manusia, maka tiga hal ini semuanya mengharuskan
para pemuda agar bersungguh-sungguh dala mencari ilmu.
Hadis
selanjutnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdulllah Ibnu Amr.
عن
عبد الله بن عمر وا ن النبي صلى الله عليه وسلم قا ل: بلغوا عني ولوا ية وحدثوا عن
بني اسرا ئيل ولا حرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار { روا ه ابن ما
جه }
Terjemah
Dari Abdullah
Ibn Amr: Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw telah bersabda: "Sampaikanlah
dariku (ilmu) meskipun satu ayat (al-Qur'an). Dan kisahkanlah (hal-hal) terkait
dengan Bani Israil dan itu tidak masalah (berdosa). Dan barang siapa berbohong
dengan menyandarkan kebohongan tersebut kepadaku secara sengaja, maka tempatnya
ada di neraka.” (HR. Ibnu
Mājah)
Penjelasan
Hadis
Hadis di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk Pertama,
berdakwah dengan menyampaikan ayat-ayat al-Qur'an meskipun satu ayat. Kedua,
hadis ini juga memberitahukan kepada umat Islam tentang kebolehan mengambil
pelajaran dari kisah-kisah Bani Israil. Asalkan kisah-kisah tersebut tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip akidah Islam. Ketiga, pemalsuan hadis yang
muncul pada masa Nabi Muhammad Saw., membuat Nabi Muhammad Saw. memperingatkan
agar para sahabat tidak membuat-buat kebohongan yang disandarkan kepada beliau.
Nabi Muhammad Saw mengancam bagi mereka
yang melakukan kebohongan dengan ganjaran neraka.Hal ini juga berarti bahwa
umat Islam juga harus berhati-hati dalam menyampaikanhadis Nabi Muhammad Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar